KARAKTER MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
http://ansorialqodirijember.blogspot.com/2017/03/karakter-manusia-dalam-perspektif-al.html
MUHAMAD ANSORI (DOSEN STAI AL-QODIRI JEMBER)
KARAKTER
MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
A.
Pendahuluan
1.
1. Latar Belakang
Al-qur’an merupakan firman
Allah swt yang didalamnya memberikan tuntunan bagi manusia dalam berbagai
aspek, salah satunya tentang pedoman dalam berperilaku agar manusia dapat
membedakan antara kebaikan dan keburukan. Sebagai pedoman hidup bagi umat Islam, al-qur’an perlu terus menerus dipelajari dan dikaji agar manusia khusunya sifat-sifat atau karakter manusia dalam
Al-qur’an.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah swt tidak lepas
dari sifat-sifat yang melekat pada dirinya baik sifat baik maupun buruk. Berdasarkan kecenderungan
manusia kepada sifat-sifat yang
dimiliki manusia terebut Allah swt menggolongkan manusia dalam dua golongan,
yaitu mukmin atau kafir, sebagaimana ayat berikut:
هُوَٱلَّذِيخَلَقَكُمۡفَمِنكُمۡكَافِرٞوَمِنكُممُّؤۡمِنٞۚوَٱللَّهُبِمَاتَعۡمَلُونَبَصِيرٌ٢
Artinya:
Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu
ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.[1]
Berdasarkan ayat diatas, Allah membedakan
manusia menjadi dua yaitu mukmin dan kafir dengan karakter masing-masing. Namun demikian manusia
memiliki potensi dan kecenderungan kepada kebaikan sebagaimana hadits berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ عَلَى الْفِطْرَةِ وَأَبَوَاهُ
بَعْدُيُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ فَإِنْ كَانَا
مُسْلِمَيْنِ فَمُسْلِمٌ كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ يَلْكُزُهُ
الشَّيْطَانُ فِي حِضْنَيْهِ إِلَّا مَرْيَمَ وَابْنَهَا
Artinya: ...Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fithrah. Kemudian kedua orang tunyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi
Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana
binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian
melihat ada cacat padanya?"[2]
Berdasarkan hadits diatas
disebutkan bahwa manusia pada dasarkan dalam kondisi yang suci, akan menjadi apa kedepannya adalah tergantung pada pendidikan
yang diberikan oleh orang tuanya. Dalam
Al-Qur’an Allah menyebutkan bahwa manusia sesungguhnya berada pada fitrah agama
yang lurus sebagaimana ayat berikut:
فَأَقِمۡ
وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ
عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ
وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Fitrah Allah dalam ayat
diatas memiliki makna ciptaan Allah, manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, itu
hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.Selain itu manusia juga merupakan makhluk
yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya, sebagaimana ayat
berikut:
۞وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ
وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ
وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا ٧٠
Artinya: 70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.[3]
Berdasarkan latar belakang inilah, upaya membangun karakter yang baik pada manusia
sesuai dengan konsep dalam al-qur’an perlu dilakukan melalui adanya penerapan
pendidikan karakter. Sebelum menerapkan pendidikan karakter, perlu terlebih
dahulu dilakukan kajian dan pemahaman akan arti karakter, konsep manusia dalam
al-qur’an, macam-macam karakter manusia dalam al-qur’an, landasan dan tujuan
pendidikan karakter, tahap pembentukan karakter, serta metode yang tepat dalam
pembentukan karakter.
2.
Fokus Pembahasan
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat difokuskan topik
pembahasan pada makalah ini antara lain:
a.
Definisi Karakter
b.
Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
c.
Karakter Manusia dalam Al-Qur’an
d.
Landasan dan Tujuan Pendidikan Karakter
e.
Tahapan dan Metode Pendidikan
Karakter
B.
Pembahasan
1.
Definisi Karakter
Kata karakter
diambil dari bahasa Inggris character yang
juga berasal dari bahasa Yunani Character.Secara umum istilah tersebut
digunakan untuk mengartikan hal yang berbeda antara satu hal dengan yang
lainnya, dan akhirnya juga digunakan untuk menyebut kesamaan kualitas pada tiap
orang yang membedakan dengan kualitas lainnya.[4]
Sedangkan
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian
karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku.Karakter secara koheren memancar dari hasil olah
pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok
orang.
Menurut Simon
Philips sebagaimana dikutip oleh Fatchul Mu’in karakter adalah sekumpulan tata
nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan
perilaku yang ditampilkan.[5] Sedangkan menurut Abudin Nata, karakter
atau akhlak adalah sifat yang melekat pada diri seseorang dan menjadi
identitasnya.[6]
Secara
terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona.Menurutnya
karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a
morally good way.”Selanjutnya Lickona menambahkan, “Character so
conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral
behavior”. Menurut Lickona karakter terbentuk dari hubungan tiga dimensi
yang saling terkait, yaitu: pengetahuan, nilai, dan sesuatu tindakan yang benar[7].
Sedangkan
Wiguna mendefinisikan karakter sebagai sifat-sifat kepribadian yang baik pada
diri seseorang yang menyatu dalam jiwa dan mentalnya yang berkaitan dengan
masalah sosial, moral, dan agama.[8]
Selanjutnya
karakter merupakan internalisasi nilai-nilai agama dan moral pada diri
seseorang ditandai dengan dan perilaku positif. Karena itu ia terkait dengan
kalbu. Bias saja seseorang memiliki pengetahuan yang dalam tetapi tidak
memiliki karakter terpuji, sebaliknya bias saja seseorang amat terbatas
pengetahuannya namun karakternya amat terpuji.[9]
Dari semua
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat-sifat yang ada
dalam diri seseorang yang berasal dari keyakinan seseorang yang diterima dari
lingkungannya, yang mengarahkan fikiran, ucapan dan tindakan seseorang (budi
pekerti) dalam berinteraksi dengan orang lain. Jadi kuatnya keimanan atau
keyakinan seseorang atau suatu bangsalah yang menentukan terbentuknya
sifat-sifat dalam diri manusia.
Selanjutnya makna dari pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para pendidik,
bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota
masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki
sifat terpuji sesuai dengan nilai-nilai agama dan moral.
Pendidikan karakter
pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya
dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter
berfungsi untuk mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik,
dan berperilaku baik, memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur, meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
dunia.
Pendidikan karakter
dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan,
masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
2.
Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
Menurut Quraish Shihab ada tiga kata yang digunakan untuk menunjuk
manusia dalam Al-Qur’an yaitu kata insan, basyar, dan Bani Adam.[10] Insān
menurut Ibnu Manẓūr mempunyai tiga asal kata. Pertama berasal dari kata anasa
yang berarti absara yaitu melihat, alima yang berarti mengetahui,
dan isti’zān berarti minta izin. Kedua berasal dari nasiya yang berarti
lupa. Ketiga berasal dari kata al-nūs yang berarti jinak lawan dari kata
alwahsyah yang berati buas.[11]
Sedangkan kata al-Basyar disebutkan sebanyak 36 kali dalam
bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk 'mutsanna' atau 'jama' untuk
menunjuk manusia seluruhnya. Kata basyar memiliki makna manusia sebagai makhluk
yang bersifat fisik, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis
lainnya.[12]
Kata al-Basyar
terdiri dari huruf ba, syin dan ra ( بشر) secara bahasa berarti fisik manusia. Menurut al-Ragib
al-Isfihānī basyar berarti nampak jelas kulitnya. Dalam kitab Mu‘jam
Maqāyis al-Lugah menjelaskan bahwa semua kata yang huruf asalnya terdiri dari
huruf ba syin dan ra berarti sesuatu yang nampak jelas dan
biasanya cantik dan indah.[13]
Dengan demikian, kata basyar nampak pada bentuk fisik manusia yang
secara umum memiliki persamaan dengan yang lainnya dan berkenaan dengan
aktifitas sehari-hari. Abdul Majid menambahkan bahwa manusia melalui aktifitas
basyariahnya akan melahirkan gagasan dan pemikiran dan dapat diwujudkan dalam
bentuk kongkrit, yaitu bentuk-bentuk sebagai hasil karya dan cipta manusia.[14]
Selanjutnya kata Banī
Ādam secara bahasa banī
adalah bentuk jamak dari kata ibnun yangberarti anak. Bentuk
dasarnya adalah banūn atau banīn tetapi karena beradapada posisi mudaf
( diterangkan) maka huruf waw dan nun pada kata banūntersebut
harus dihilangkan, sehingga menjadi kata banī. Banī Ādam adalah
anak keturunan Nabi Adam as. yang menghuni bumi. Banî Ādam menunjukkan kemuliaan
keturunan Ādam sedang zurriyah Ādam adalah keturunan tentu
adayang mulia ada yang tersesat. Istilah Banī Ādamdalam al-Qur’an
disebutkansebanyak 7 kali dengan tujuh surah.[15]
Sedangkan Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk
yang diciptakan oleh Allah dari segumpal darah, yang perkembangannya
dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.[16]
Berdasarka uraian tentang konsep manusia dalam al-qur’an diatas,
dapat disimpulkan bahwa manusia dalam perspektif al-qur’an merupakan makhluk
yang memiliki bentuk fisik sebagaimana makhluk lainnya dengan dilengkapi akal
dan nafsu serta memiliki kecendrungan untuk menjadi makhluk yang dimuliakan
oleh Allah swt.
3.
Karakter Manusia dalam Al-Qur’an
Secara garis besar terdapat tiga karakter manusia dalam al-qur’an,
yaitu karakter mukmin, kafir, dan karakter munafik.[17]
Golongan mukmin dan kafir terdapat dalam ayat berikut:
هُوَٱلَّذِيخَلَقَكُمۡفَمِنكُمۡكَافِرٞوَمِنكُممُّؤۡمِنٞۚوَٱللَّهُبِمَاتَعۡمَلُونَبَصِيرٌ٢
Artinya: Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang
kafir dan di antaramu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.[18]
Selain mukmin dan kafir ada golongan
manusia yang berada diantara keduanya, namun justru golongan inilah yang paling
berbahaya dikarenakan sifat kepura-puraannya yang menonjol. Golongan munafik ini disebutkan dalam ayat berikut:
إِذۡ يَقُولُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ
غَرَّ هَٰٓؤُلَآءِ دِينُهُمۡۗ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٞ ٤٩
Artinya
Ingatlah, ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam
hatinya berkata: "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh
agamanya". (Allah berfirman): "Barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana"[19]
Dari ketiga golongan manusia
tersebut selanjutnya dapat dilihat karakter yang melekat pada mukmin, kafir dan
munafik pada penjelasan dibawah ini:
a.
Karakter Orang Mukmin
Adapun karakter orang mukmin telah disebutkan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Mukminun dan Al-furqan berikut:
1)
Kusyuk dalam Shalat
قَدۡ أَفۡلَحَ
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ١ٱلَّذِينَ هُمۡ فِي صَلَاتِهِمۡ خَٰشِعُونَ ٢
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.
(yaitu) orang-orang yang khusyu´ dalam sembahyangnya. [20]
2)
Meninggalkan Pekerjaan yang Tidak Bermanfaat
وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنِ
ٱللَّغۡوِ مُعۡرِضُونَ ٣
Artinya: dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna.[21]
3)
Rendah Hati
وَعِبَادُ
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنٗا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَٰهِلُونَ
قَالُواْ سَلَٰمٗا ٦٣
Artinya:
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan
di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. [22]
4)
Mau Membayar Zakat dan tidak Berlebihan (proporsional)
وَٱلَّذِينَ هُمۡ
لِلزَّكَوٰةِ فَٰعِلُونَ ٤
Artinya: dan orang-orang yang menunaikan zakat
وَٱلَّذِينَ
إِذَآ أَنفَقُواْ لَمۡ يُسۡرِفُواْ وَلَمۡ يَقۡتُرُواْ وَكَانَ بَيۡنَ ذَٰلِكَ
قَوَامٗا ٦٧
Artinya:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara
yang demikian[23]
5)
Menjaga Kemaluan
وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِفُرُوجِهِمۡ حَٰفِظُونَ ٥
إِلَّا عَلَىٰٓ أَزۡوَٰجِهِمۡ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ فَإِنَّهُمۡ غَيۡرُ
مَلُومِينَ ٦
Artinya:
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
tercela.[24]
6)
Tidak Menyekutukan Allah, Tidak Membunuh Kecuali dengan Hak dan
Tidak Berzina
وَٱلَّذِينَ
لَا يَدۡعُونَ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ وَلَا يَقۡتُلُونَ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي
حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّ وَلَا يَزۡنُونَۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ
يَلۡقَ أَثَامٗا ٦٨
Artinya
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).[25]
7)
Memelihara Amanat dan Menepati Janji
وَٱلَّذِينَ
هُمۡ لِأَمَٰنَٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَٰعُونَ ٨
Artinya: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya[26]
8)
Menjaga Shalat
وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَلَىٰ
صَلَوَٰتِهِمۡ يُحَافِظُونَ ٩
Artinya: dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya[27]
وَٱلَّذِينَ يَبِيتُونَ
لِرَبِّهِمۡ سُجَّدٗا وَقِيَٰمٗا ٦٤
Artinya: Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan
berdiri untuk Tuhan mereka. [28]
9)
Bertaubat dan Beramal Shaleh
وَمَن تَابَ وَعَمِلَ
صَٰلِحٗا فَإِنَّهُۥ يَتُوبُ إِلَى ٱللَّهِ مَتَابٗا
٧١
Artinya:
Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya
dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya
10)
Tidak Memberi Kesaksian Palsu
وَٱلَّذِينَ
لَا يَشۡهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّواْ بِٱللَّغۡوِ مَرُّواْ كِرَامٗا ٧٢
Artinya:
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak
berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.[29]
11)
Selalu Berdoa Memohon Perlindungan Kepada Allah
وَٱلَّذِينَ
يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ
أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا
٧٤
Artinya:
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.[30]
Dari penjelasan dalam surat
Al-Mukminun, Samiun Jazuli menyebutkan beberapa karakter orang mukmin antara
lain: tenang, lemah lembut, menghidupkan
malam dengan memperbanyak shalat, berinfaq tepat pada sasarannya dan secara
proporsional, tidak menyekutukan Allah, tidak mudah menghilangkan nyawa dan
tidak berzina, bertaubat dan mengerjakan
amal shaleh, tidak memberikan persaksian palsu, tidak terpengaruh pada
orang-orang yang mengerjakan pekerjaan yang bermanfaat, dan berdoa kepada Allah mengharapkan agar
menjadi imam bagi orang-orang yang bertakwa.[31]
Sedangkan As-Sa’di menguraikan beberapa karakter mukmin antara
lain: takut kepada Allah baik saat sendiri maupun berkumpul dengan orang lain,memenuhi semua perintah yang disampaikan
kepada mereka, hatinya bergetar karena rasa patuh yang mendalam, hanya kepada
Allah tempat mengembalikan berbagai persoalan, khusyu’ dalam setiap keadaan,
terutama saat mendirikan shalat, menjauhi hal-hal yang sia-sia, menunaikan
zakat, menjaga kehormatan, menjaga manah, dan menepati janji.[32]
Selanjutnya Samiun Jazuli dalam bukunya menguraikan bahwa orang
mukmin tersebut dikualifikasikan dalam instrument orang-orang yang akan
memperoleh kemenangan.[33] Selain
itu, Darwis Hude menambahkan salah satu karakter
mukmin adalah cinta kepada Allah sebagai wujud cinta yang tertinggi, sehingga
Allah akan membalasnya lebih dari apa yang dilakukannya.[34]Hal
tersebut sesuai dengan hadits Nabi Muhammad saw berikut:
عَنْ
أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَرْوِيهِ عَنْ ...
رَبِّهِ قَالَ إِذَا تَقَرَّبَ الْعَبْدُ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ
إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِذَا تَقَرَّبَ مِنِّي ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا
وَإِذَا أَتَانِي مَشْيًا أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
Artinya: …Dari Anas
r.a, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang beliau riwayatkan dari Rabbnya
(hadis qudsi), Allah berfirman: "Jika seorang hamba mendekatkan diri
kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta, jika ia
mendekatkan diri kepada-Ku sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika
ia mendekatkan diri kepada-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya
dengan berlari."[35]
Dari uraian diatas dapat dipahami
bahwa karakter orang mukmin antara lain: kusyuk dalam sembahyang, menjauhkan
diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat, menunaikan zakat,
menjaga kemaluan, menjaga amanah, menepati janji, dan menjaga shalatnya, tidak
menyekutukan Allah, tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah, tidak berzina,
bertaubat dan beramal shaleh, selalu berdoa memohon perlindungan Allah, dan
melaksanakan perintah Allah dengan ketaatan sepenuhnya.
b.
Karakter Orang Kafir
Kata Kafir dalam bahasa Arab berasal dari kata كافر kāfara ;
plural كفّار kuffār secara
harfiah berarti orang yang menutupi, menolak sesuatu dengan yang lain atau menyembunyikan,
mengingkari suatu kebenaran. Dalam istilah terminologi kultural kata ini
digunakan dalam agama Islam merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat
dari Allah (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur).
Di dalam Al Qur’an, kitab suci agama Islam,
kata dan sifat-sifat orang kafir dan variasinya dituliskan dalam beberapa ayat
dalam Surah Al-Baqarah, antara lain:
1) Tidak Mau Menerima Nasihat
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ
أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ
قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya
: “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan
atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.” [36]
Ayat ini menyebutkan golongan orang kafir bahwa
seolah tidak ada gunanya berdakwah terhadap orang-orang kafir. Karena kekafiran
yang begitu mendalamlah sehingga membuat mereka tidak beriman. Di samping itu,
Allah tidak memberikan hidayah kepadanya.
Tentang golongan kafir ini, Rasyid Ridha dalam
Tafsir Al-Manar mengklasifikasikan menjadi tiga macam. Pertama, orang
yang mengetahui kebenaran namun ia dengan sengaja mengingkarinya. Jumlah orang
kafir inilah yang paling sedikit. Kedua, orang
yang tidak mengetahui kebenaran, namun tidak ingin mengetahuinya dan tidak suka
untuk mengetahuinya. Mereka bersikap masa bodoh dan tidak peduli dengan
kebenaran. Ketiga, orang yang telah sakit jiwa dan
hatinya. Ia tidak merasakan nikmatnya kebenaran. Tak ada ketertarikan di dalam
hati mereka untuk menemukan kebenaran.
Menurut Ibnu Abbas, orang-orang kafir yang
telah tertutup hati, telinga, dan mata mereka itu adalah orang-orang Yahudi,
seperti Ka’ab bin al-Asyraf, Huyay bin Akhthab, dan Juday bin Akhthab. Namun
ada juga yang berpendapat, mereka adalah orang-orang musyrik Mekkah, seperti
Utbah, Syaibah, dan al-Walid.
2) Berburuk Sangka terhadap Takdir
Allah
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَحْيِي أَن يَضْرِبَ
مَثَلاً مَّا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُواْ
فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُواْ
فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلاً يُضِلُّ بِهِ كَثِيراً
وَيَهْدِي بِهِ كَثِيراً وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلاَّ الْفَاسِقِينَ
Artinya
: “Sesungguhnya Allah tidak segan-segan membuat perumpamaan nyamuk atau
yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka
yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi yang kafir
mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan? Dengan
perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah
dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberinya petunjuk.
Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik”.[37]
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia
tidak keberatan untuk membuat perumpaan dengan seekor nyamuk dan seumpamanya,
atau yang lebih kecil lagi. Justru kehebatan sebenarnya terletak pada satu
perkara yang unik dan sulit dilakukan penelitian. Yakni tiadalah yang dapat
memahami hikmah di balik setiap perumpamaan ayat-ayat Al-Quran melainkan
orang-orang yang mendalami ilmu pengetahuan. Pastinya setiap perumpamaan itu
perlu direnungi untuk di ambil pelajaran dan sangat berguna buat kehidupan.
3) Menyebut-nyebut Pemberian
dan Menyakiti Perasaan Penerima
بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ
رِئَاء النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ
صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لاَّ
يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ
الْكَافِرِينَ
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia
tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu
seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun
dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang kafir”[38]
Di akhir ayat tersebut, Allah menyebut
orang-orang kafir yang memiliki perilaku khusus seperti yang diterangkan pada
kalimat sebelumnya. Walaupun ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang
beriman, namun mereka diingatkan untuk tidak memiliki sifat dan perilaku
orang-orang kafir yang menyebut-nyebut pemberian serta menyakiti hati
penerimanya.
c.
Karakter Orang Munafik
Munafik adalah merupakan salah satu penyakit
yang merusak hati umat manusia.
Karakter utama orang munafik adalah adanya ketidaksesuaian antara apa yang
diucapkan dengan apa yang ada didalam hati mereka, sebagaimana Ibrahim
menjelaskan bahwa nifak secara bahasa berarti sikap yang berbeda antara lahir
dan batin. Ia kemudian membagi munafik dalam dua macam yaitu nifak i’tiqadi
(keyakinan) dan nifak ‘amali (perbuatan).[39]
Beberapa
karakter orang munafik dalam Al-qur’an dinyatakan dalam ayat-ayat berikut:
1) Pendusta
إِذَا
جَآءَكَ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ قَالُواْ نَشۡهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ
يَعۡلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُۥ وَٱللَّهُ يَشۡهَدُ إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ
لَكَٰذِبُونَ ١
Artinya:
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami
mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui
bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. [40]
وَمِنَ
ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَبِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَمَا هُم
بِمُؤۡمِنِينَ ٨
Artinya:
Diantara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari
kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.[41]
2) Menghalangi
Manusia dari Jalan Allah
ٱتَّخَذُوٓاْ
أَيۡمَٰنَهُمۡ جُنَّةٗ فَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ إِنَّهُمۡ سَآءَ مَا
كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٢
Artinya:
Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi
(manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka
kerjakan.[42]
3) Sombong
dan Tidak Mau Beriman
وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ
تَعَالَوۡاْ يَسۡتَغۡفِرۡ لَكُمۡ رَسُولُ ٱللَّهِ لَوَّوۡاْ رُءُوسَهُمۡ
وَرَأَيۡتَهُمۡ يَصُدُّونَ وَهُم مُّسۡتَكۡبِرُونَ ٥
Artinya:
Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah
memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka
berpaling sedang mereka menyombongkan diri[43]
4) Membuat
Kerusakan
وَإِذَا
قِيلَ لَهُمۡ لَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ قَالُوٓاْ إِنَّمَا نَحۡنُ
مُصۡلِحُونَ ١١ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡمُفۡسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشۡعُرُونَ
١٢
Artinya:
Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan". Ingatlah,
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka
tidak sadar.[44]
5) Menganggap
Orang Beriman sebagai Orang yang Bodoh
وَإِذَا
قِيلَ لَهُمۡ ءَامِنُواْ كَمَآ ءَامَنَ ٱلنَّاسُ قَالُوٓاْ أَنُؤۡمِنُ كَمَآ
ءَامَنَ ٱلسُّفَهَآءُۗ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلسُّفَهَآءُ وَلَٰكِن لَّا
يَعۡلَمُونَ ١٣
Artinya:
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang
lain telah beriman". Mereka menjawab: "Akan berimankah kami
sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya
merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.[45]
Dalam
Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa karakter orang munafik dalam surat
Al-Baqarah merupakan sifat-sifat yang banyak dimiliki oleh orang-orang di
Madinah setelah nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah. Orang munafik yang
dimaksud adalah para pembesar yang menyatakan diri sebagai Muslim tetapi
sesungguhnya mereka tidak beriman.[46]
Sayyed
Qutub menambahkan bahwa orang-orang munafik di Madinah adalah para pembesar
yang berpura-pura menyatakan diri masuk Islam,
tetapi mereka tidak pernah melupakan kedudukan mereka yang merasa lebih
tinggi kedudukannya dari pada masyarakat umum, sehingga bersifat sombong dan
menganggap orang lain bodoh[47]
Selain
ayat-ayat diatas, Ada sebuah hadits yang menyatakan sifat-sifat orang munafik
sebagai berikut:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا
حَدَّثَ
كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya: …Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu; jika
berbicara berdusta, jika berjanji mengingkari dan jika dipercaya
berkhianat."[48]
Berdasarkan ayat dan hadits diatas, dapat digaris bawahi bahwa
karakter oranng-orang munafik antara lain: berdusta dengan mengaku beriman
tetapi dalam harinya tetap ingkar kepada Allah, sombong dan tidak mau beriman,
menganggap orang beriman sebagai orang-orang yang bodoh, ingkar janji, dan tidak dapat dipercaya.
4.
Dasar Pendidikan Karakter
Setelah diketahui berbagai karakter manusia yang dijelaskan oleh Allah
swt dalam Al-Qur’an, pendidikan karakter menjadi sebuah keharusan dalam rangka
mengarahkan manusia agar memiliki sifat-sifat yang baik sebagaimana karakter
seorang mukmin.
Pendidikan karakter tersebut perlu dilakukan karena adanya perintah
Allah untuk menyeru kepada kebaikan sebagaiman Allah menceritakan kisah Lukman
ketika menasehati anaknya dalam ayat berikut:
يَٰبُنَيَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ
ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ
ٱلۡأُمُورِ ١٧
Artinya:
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).[49]
Selain itu, Allah memperingatkan orang Mukmin agar menjaga diri dan
keluarganya dari api neraka sebagaimana ayat berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ
نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ
شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ ٦
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.[50]
Manusia perlu diingatkan dan diseru kepada kebaikan, karena dalam
jiwanya ada kecendrungan kepada kebaikan, namun apabila tidak diarahkan manusia
juga dapat tersesat kepada jalan yang salah, sesuai dengan jalan yang telah
diilhamkan oleh Allah sebagaimana ayat berikut:
وَنَفۡسٖ وَمَا سَوَّىٰهَا ٧ فَأَلۡهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقۡوَىٰهَا ٨ قَدۡ أَفۡلَحَ
مَن زَكَّىٰهَا ٩ وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا ١٠
Artinya:
7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). 8. maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. 9. sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. 10. dan sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya.[51]
Berdasarkan ayat diatas, Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia
memiliki kemerdekaan dan potensi serta peluang untuk cenderung kepada kebaikan
dan menghindari keburukan tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor terpenting dalam hal ini adalah bagaimana manusia
mengendalikan kodrat fitrahnya yang suci, tabiat individualnya, serta daya
responnya terhadap lingkungan sebelum melakukan suatu perbuatan.[52]
Selain itu, dalam surat lainnya Allah menyebutkan bahwa manusia
diberi dua jalan kebaikan dan keburukan agar manusia bisa membedakan dan
memilih jalan terbaik dalam hidupnya sebagaimana ayat berikut:
وَهَدَيۡنَٰهُ
ٱلنَّجۡدَيۡنِ ١٠
Mengenai potensi baik dan buruk pada
manusia, Quraish Shihab menyebutkan bahwa walaupun kedua potensi (baik dan
buruk) ada pada manusia, namun ditemukan
isyarat dala al-qur’an bahwa kebaikan lebih dahulu menghiasi diri manusia dari
pada kejahatan, dan manusia lebih cenderung kepada kebaikan. [54]
Dari kecenderunngan itulah maka
pendidikan karakter perlu dilakukan untuk mengarahkan manusia menjadi karakter
mukmin sebagaimana telah dijelaskan diatas, yang selanjutnya dapat membawa
manusia kepada kemenangan di dunia dan akhirat.
5.
Tahapan Pendidikan Karakter
a.
Pendidikan Karakter Pra Konsepsi
Pendidikan ini adalah upaya persiapan pendidikan yang dilakukan
oleh seseorang semenjak ia mulai memilih dan atau mencari jodoh sampai pada
saat terjadinya pembuahan dalam rahim seorang ibu. Dalam hal ini, perlu
berbagai persiapan; yang pertama adalah memilih jodoh. Dalam memilih jodoh
seseorang dianjurkan untuk memilih pasangan yang memungkinkan untuk diajak
hidup berumah tangga, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ)
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ)
Artinya: Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin
lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.[55]
Ayat di atas memerintahkan agar seorang muslim jangan memilih istri
wanita yang musyrik dan sebaliknya, karena itu akan membawa dampak di kemudian
hari yang berkenaan dengan pendidikan anaknya. Selain ayat diatas, ada sebuah
hadits Nabi yang memberikan beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan dalam
memilih calon ibu bagi anak-anaknya.
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ النِّسَاءُ
لِأَرْبَعٍ لِلدِّينِ وَالْجَمَالِ وَالْمَالِ وَالْحَسَبِ فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّينِ
تَرِبَتْ يَدَاكَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ مُسْهِرٍ
عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِهَذَا الْحَدِيثِ
Artinya:
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Wanita dinikahi karena empat hal, yaitu; karena agamanya, kecantikannya,
hartanya dan keturunannya. Maka carilah yang baik agamanya, niscaya engkau akan
beruntung." Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin 'Uyainah dari Ali
bin Mushir dari Abdul Malik dari 'Atha` dari Jabir dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dengan hadits ini.[56]
Dari hadits di atas dapat dipahami, bahwa
dalam mencari jodoh seseorang itu hendaklah selektif, baik itu laki-laki maupun
perempuan, karena semua itu menentukan pendidikan anak dimasa yang akan datang.
b.
Tahap
Pendidikan Pra-natal
Pendidikan pre-natal adalah upaya
persiapan pendidikan yang dilakukan oleh kedua orang tua pada saat anak masih
dalam kandungan sang ibu. Dalam al-Qur’an terdapat berbagai interaksi
yang menunjukkan pendidikan pre-natal, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh
Hannah terhadap Maryam dan Zakariya terhadap Yahya.
Pendidikan yang dilakukan Hannah terhadap
Maryam terdapat dalam surat Ali Imran berikut:
إِذۡ
قَالَتِ ٱمۡرَأَتُ عِمۡرَٰنَ رَبِّ إِنِّي نَذَرۡتُ لَكَ مَا فِي بَطۡنِي
مُحَرَّرٗا فَتَقَبَّلۡ مِنِّيٓۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ ٣٥ فَلَمَّا
وَضَعَتۡهَا قَالَتۡ رَبِّ إِنِّي وَضَعۡتُهَآ أُنثَىٰ وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا
وَضَعَتۡ وَلَيۡسَ ٱلذَّكَرُ كَٱلۡأُنثَىٰۖ وَإِنِّي سَمَّيۡتُهَا مَرۡيَمَ
وَإِنِّيٓ أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ ٣٦
Artinya: (Ingatlah), ketika isteri ´Imran
berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang
dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis).
Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui". Maka tatkala isteri ´Imran melahirkan
anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya
seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu;
dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah
menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak
keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk"[57]
Istri Imran dalam ayat ini maksudnya
adalah Hannah bint Faqud. Menurut pendapat Muhammad ibn Ishaq. Hannah termasuk
wanita yang mandul. Pada suatu hari Hannah melihat induk burung menyuapi
makanan anaknya. Hal ini menyebabkan Hannah semakin kuat keinginannya untuk
memiliki anak, lalu berdoa kepada Allah dan Allah mengabulkan doanya. Dalam
masa hamilnya, ia bernadzar kepada Allah dengan ikhlas agar anaknya kelak
menjadi orang yang memakmurkan bait al-Maqdis.
Pada ayat inilah, tampak tahapan
pendidikan yang isinya yaitu pendidikan pre-natal, yang berisi “tentang upaya
meminta anak saleh diantaranya melalui doa dan nazar”. Pendidikan
pre-natal meyakini bahwa pembentukan anak sudah dipengaruhi sejak dalam
kandungan. Kondisi emosional saat ibu mengandung juga mempengaruhi terhadap
karakter anak. Pada saat ini doa dan nazar yang dilakukan Hannah terhadap
Maryam tentunya memiliki peran yang signifikan, sehingga nantinya lahir menjadi
generasi yang shalehah seperti Maryam.
Sedangkan mengenai pendidikan pre-natal yang dilakukan oleh Zakariya, salah satunya tercantum dalam ayat berikut:
هُنَالِكَ
دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُۥۖ قَالَ رَبِّ هَبۡ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةٗ
طَيِّبَةًۖ إِنَّكَ سَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ ٣٨ فَنَادَتۡهُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَهُوَ
قَآئِمٞ يُصَلِّي فِي ٱلۡمِحۡرَابِ أَنَّ ٱللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحۡيَىٰ
مُصَدِّقَۢا بِكَلِمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَسَيِّدٗا وَحَصُورٗا وَنَبِيّٗا مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
٣٩
Artinya: Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata:
“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya
Engkau Maha Pendengar doa.” Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya,
sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya
Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang
membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri
(dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh.[58]
c.
Tahap Pendidikan
Post-natal
Pada tahapan pendidikan ini, terdiri dari berbagai tahapan
pendidikan yang dapat dilakukan orang tua dalam membentuk karakter
anak-anaknya.
1)
Menyusui Anak
Hingga Usia 2 Tahun
۞وَٱلۡوَٰلِدَٰتُ
يُرۡضِعۡنَ أَوۡلَٰدَهُنَّ حَوۡلَيۡنِ كَامِلَيۡنِۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَۚ
وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ لَا
تُكَلَّفُ نَفۡسٌ إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةُۢ بِوَلَدِهَا وَلَا
مَوۡلُودٞ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦۚ وَعَلَى ٱلۡوَارِثِ مِثۡلُ ذَٰلِكَۗ فَإِنۡ
أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٖ مِّنۡهُمَا وَتَشَاوُرٖ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَاۗ
وَإِنۡ أَرَدتُّمۡ أَن تَسۡتَرۡضِعُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُمۡ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ
إِذَا سَلَّمۡتُم مَّآ ءَاتَيۡتُم بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ
أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ٢٣٣
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah
karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.[59]
Tentang
menyusi anak, Allah juga memberikan petunjuk kepada ibunda nabi Musa a.s. agar
menyusi Musa sebelum menghanyutkannya di sungai Nil.
إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا
خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا
رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
Artinya: Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan
apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan
janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya
Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari
para rasul.[60]
Ayat di atas memerintahkan agar Ibu Musa yang bernama Aryakha
membuang Musa ke sungai, namun sebelum dibuang, Allah memerintahkan untuk
menyusuinya terlebih dahulu. Dan Allah berjanji bahwa anak tersebut akan
kembali kepadanya.
2)
Menanamkan
Nilai-nilai Akidah
۞وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا
تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ
وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ
وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ
ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا
٣٦
Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.[61]
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa tahapan pendidikan yang
harus pertama kali dilakukan oleh orang tua kepada anaknya tersebut adalah
pendidikan aqidah. Pendidikan aqidah harus dilaksanakan yang pertama kali
sebelum pendidikan-pendidikan yang lain. Pendidikan keimanan, terutama akidah
tauhid atau mempercayai keesaan Tuhan harus diutamakan karena akan hadir secara
sempurna dalam jiwa anak perasaan ketuhanan yang berperan sebagai fundamen
dalam berbagai aspek kehidupannya.
3)
Membiasakan
Anak Melaksanakan Shalat
وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ
وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَاۖ لَا نَسَۡٔلُكَ رِزۡقٗاۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكَۗ وَٱلۡعَٰقِبَةُ
لِلتَّقۡوَىٰ ١٣٢
Artinya: Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami
tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat
(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.[62]
يَٰبُنَيَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ
وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ
أَصَابَكَۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ ١٧
Artinya: Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).[63]
4)
Memberi
Nasehat
Dalam memberikan nasehat hendaknya dilakukan dengan penuh kasih
sayang sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Lukman dalam menasehati anaknya
dalam ayat berikut:
وَإِذۡ
قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ
إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ ١٣
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar.” [64]
5) Memberikan Keteladanan
Dalam pendidikan karakter, sebaiknya orang tua atau pendidik dapat
memberikan keteladanan sebagaimana ayat berikut:
لَّقَدۡ
كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ
وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.[65]
Pendidikan karakter dilakukan dengan terlebih dahulu memberi
contoh/ keteladanan kepada para peserta didik, karena amat besar kebencian
Allah terhadap orang yang megatakan sesuatu yang tidak dilakukannya, sebagaimana
ayat berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ
تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٢ كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ
مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٣
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan[66]
C.
Penutup
Demikian pembahasna tentang karakter manusia dalam al-qur’an yang
telah dijabarkan dari pengertian karakrter, konsep manusia sampai dengan tahapan
pendidikan karakter. Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
a.
Pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan untuk menanamkan
nilai-nilai kebaikan seperti agama, moral dan sosial kepada anak agar anak
tumbuh dan berkembang menjadi seorang mukmin.
b.
Manusia didalam al-qur’an digambarkan sebagai makhluk yang memiliki
sifat-sifat fisik seperti makhluk lainnya yang memiliki nafsu, tetapi diberi
kelebihan akal, sehingga dapat membedakan antara yang baik dan buruk serta
memiliki kecenderungan untuk menjadi makhuk yang mulia.
c.
Karakter manusia dalam al-qur’an dibedakan menjadi tiga yaitu
mukmin, kafir, dan munafik dengan sifat-sifat masing-masing yang melekat
padanya.
d.
Pendidikan karakter perlu dilakukan karena adanya kecendrungan,
kebebasan dan peluang manusia dalam memilih jalan kebaikan dalam hidupnya.
e.
Tahapan pendidikan karakter dapat dilakukan sejak memilih pasangan,
pendidikan karakter ketika mengandung, dan pendidikan karakter setelah anak
dilahirkan.
Abdul Majid, dkk. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011.
Abdurrahman As-Sa’di, Al-Qawaid Hisan Litafsiril Qur’an.
Terj. Abdurrahim, Bacalah Al-Qur’an Seolah-olah Ia diturunkan Kepadamu. (Jakarta:
Mizan Publika, 2008.
Abudin Nata, Pemikiran
Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya: 2007.
Ahzami Samiun Jazuli, Al-Hayaatu Fil Qur’an Al-Karim, Penerj:
Sari Nurlida dan Miftahul Jannah., Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an,
Jakarta: Gema Insani Press, 2006.
Alivermana Wiguna, Isu-Isu Kontemporer Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Deepublish, 2014.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:
Syamil Qur’an, 2007.
Ensiklopedi
Hadits, Kitab 9 Imam. Lidwa Pusaka, 2011.
Fatchul Mu’in, Pendidikan
Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media: 2011.
Ibrahin bin As-Syaikh Shalih bin Ahmad Al-Khuraishi,
At-Tanbiihaat Al-Mukhtasharah Syarh Al-Wajiibaat Al-Mutahattimaat Al-Ma’rifah
‘ala kulli Muslim wa Muslimat, Terj.M. Abdul Ghaffar, Hal-Hal yang Wajib
Diketahui Setiap Muslim, Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2007.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat
Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik: Pendidikan Pembangunan
Karakter dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Penerbit Aku Bisa:
2010.
Muhammad Chirzin, Nur ‘Ala Nur : 10 Tema Besar Al-Qur’an sebagai
Pedoman Hidup, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tasiru Al-Aliyul Qadir li Istishari
Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Sihabuddin, Kemudahan Dari Allah: Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
M. Darwis Hude, Emosi
Dasar Manusia dalam Al-Qur’an, Jakarta: Erlangga, TT.
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung:
Mizan, 1996.
Sampo Seha, “Manusia dalam Al-Qur’an Menurut Perspektif Filsafat
Manusia, Jurnal Al-Fikr, volume 14 , 3. 2010.
Sayyed Qutb, Tafsir FI Zhilalil Qur’an, Terj. As’ad Yasin, Didalam
Naungan Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Thomas Lickona, Character
Matters, Penerjemah: J.A. Wamaungo
dan J.A. Rudolf Zien. Jakarta,
Bumi Aksara, 2012.
Tim Sembilan, Tafsir
Maudhu’i Al-Muntaha, Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2004.
[2]HR. Bukhori: 1296; Muslim: 1270; Abu Daud: 4091; Tirmidzi: 2064
[3]QS. Al-Isra (17): 70
[4]Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter
Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media: 2011),
hlm.162
[6]Abudin Nata, Pemikiran Pendidikan
Islam dan Barat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 208.
[7]Thomas Lickona, Character Matters,
Penerjemah: J.A. Wamaungo dan J.A. Rudolf Zien. (Jakarta, Bumi Aksara,
2012. hlm.51
[8]
Alivermana Wiguna, Isu-Isu Kontemporer Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Deepublish, 2014), hlm. 154
[9]
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama
RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Penerbit Aku Bisa: 2010),
hlm.134
[10]Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai
Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996) hlm.275
[11]
Sampo Seha, “Manusia dalam Al-Qur’an Menurut Perspektif Filsafat Manusia, “ Al-Fikr,
volume 14 , 3, (2010), hlm. 401
[12]
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an…, hlm. 275
[13]
Sampo Seha, “Manusia dalam Al-Qur’an Menurut Perspektif Filsafat Manusia, “ Al-Fikr,
volume 14 , 3, (2010), hlm. 401
[14]
Abdul Majid, dkk. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 75
[15]Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agam RI, Tafsir
Tematik… hlm, 32
[16]
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya: 2007), hlm. 34
[17] Tim
Sembilan, Tafsir Maudhu’i Al-Muntaha,
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), hlm.67
[18] QS. At-Taghabun (64): 2
[19] QS. Al-Anfal (8): 49
[20] QS.
Al-Mukminun (23): 1-2
[21] QS.
Al-Mukminun (23) : 3
[22] QS.
Al-Furqan (25) : 63
[23] QS.
Al-Furqan (25): 67
[24] QS.
Al-Mukminun (23) : 5-6
[25] QS.
Al-Furqan (25): 68
[26] QS.
Al-Mukminun (23) : 8
[27] QS.
Al-Mukminun (23) : 9
[28] QS.
Al-furqan (25): 64
[29] QS.
Al-furqan (25): 72
[30] QS.
Al-furqan (25): 74
[31]
Ahzami Samiun Jazuli, Al-Hayaatu Fil Qur’an Al-Karim, …hlm. 232-245
[32]Abdurrahman
As-Sa’di, Al-Qawaid Hisan Litafsiril Qur’an. Terj. Abdurrahim, Bacalah Al-Qur’an
Seolah-olah Ia diturunkan Kepadamu. (Jakarta: Mizan Publika, 2008), hlm. 216
[33]Ahzami
Samiun Jazuli, Al-Hayaatu Fil Qur’an Al-Karim, Penerj: Sari Nurlida dan
Miftahul Jannah., Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2006), hlm.223-224
[34]M. Darwis Hude, Emosi Dasar Manusia
dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Erlangga, TT), hlm. 157
[35]
Shahih Bukhari: 6982
[36] QS.
Al-Baqarah (2): 6-7
[37] QS.
Al-Baqarah (2): 26
[38] QS.
Al-Baqarah (2): 264
[39]
Ibrahin bin As-Syaikh Shalih bin Ahmad Al-Khuraishi, At-Tanbiihaat
Al-Mukhtasharah Syarh Al-Wajiibaat Al-Mutahattimaat Al-Ma’rifah ‘ala kulli
Muslim wa Muslimat, Terj.M. Abdul Ghaffar, Hal-Hal yang Wajib Diketahui
Setiap Muslim, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2007) , hlm.215
[40] QS.
Al-Munafiqun (63): 1
[41] QS.
Al-Baqarah (2): 8
[42] QS.
Al-Munafiqun (63): 2
[43] QS.
Al-Munafiqun (63): 5
[44] QS.
Al-Baqarah (2): 11-12
[45] QS.
Al-Baqarah (2): 13
[46]
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tasiru Al-Aliyul Qadir li Istishari Tafsir Ibnu Katsir,
Terj. Sihabuddin, Kemudahan Dari
Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Press, 1999) hlm.
83
[47]
Sayyed Qutb, Tafsir FI Zhilalil Qur’an, Terj. As’ad Yasin, Didalam
Naungan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 38
[48] HR.
Bukhori: 5360; Muslim: 90; Tirmidzi:
2555; Nasa’i: 4935; Ahmad: 8331.
[49] QS.
Luqman (31) : 17
[50] QS.
At-Tahrim (66): 6
[51] QS.
As-Syams (91) : 7-10
[52]
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agam
RI, Tafsir Tematik… hlm, 37
[53] QS.
Al-Balad (90): 10
[54]
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an… hlm.254
[55] QS.
Al-Baqara (2): 221
[56] HR.
Sunan Darimi: 2076
[57] QS.
Ali Imron (3): 35-36
[58] QS.
Ali Imran (3): 38-39
[59] QS.
Al-Baqarah (2): 232
[60] QS.
Al-Qashash (28): 7
[61] QS.
An-Nisa (4): 36
[62] QS.
Thaha: 132
[63] QS.
Lukman (31): 17
[64] QS.
Lukman (31): 13
[65] QS.
Al-Ahzab 21
[66] QS.
As-Shaf: 2-3
CASINO - NJM - Casino & Spa - JetBlue
BalasHapusCasino & Spa · 남양주 출장샵 Hotel Accommodations · Entertainment 오산 출장안마 · Casino & 통영 출장샵 Spa 청주 출장마사지 · Live Casino · Hotel Accommodations. More info. 안산 출장샵 Hotel Accommodations. New